Senin, 07 November 2011


Semua tentang GASTRITIS....(part 2)

Gejala dan Tanda Gastritis
Severance (2001) menyatakan bahwa walaupun banyak kondisi yang dapat menyebabkan gastritis, gejala dan tanda-tanda penyakit ini sama antara satu dengan yang lainnya. Gejala-gejala tersebut antara lain perih atau sakit seperti terbakar pada perut bagian atas yang dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk ketika makan (abdominal cramping and pain), mual (nausea), muntah (vomiting), kehilangan selera (loss of appetite), kembung (Belching or bloating), terasa penuh pada perut bagian atas setelah makan, dan kehilangan berat badan (weight loss). Gastritis yang terjadi tiba-tiba (akut) biasanya mempunyai gejala mual dan rasa nyeri seperti terbakar (burning pain) atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas, sedangkan gastritis kronis yang berkembang secara bertahap biasanya menimbulkan gejala seperti sakit yang ringan (dull pain) pada perut bagian atas dan terasa penuh atau kehilangan selera setelah makan beberapa gigitan.
Bagi sebagian orang gastritis kronis tidak menyebabkan gejala apapun (Jackson 2006). Nyeri yang dirasakan adalah merupakan respon sistem saraf yang distimulasi oleh beberapa faktor yang akan dijelaskan lebih lanjut. Nyeri yang dirasakan penderita gastritis akut dapat mengalami kekambuhan. Episode berulang atau kekambuhan berulang gastritis akut dapat menyebabkan gastritis berkembang menjadi gastritis kronik (Lewis et al 2000). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maulidiyah (2006) menyatakan bahwa hampir semua penderita gastritis mengalami kekambuhan. Salah satu faktor yang paling dominan menyebabkan kekambuhan gastritis adalah stres psikologis.

Patofisiologi Gastritis
Patofisiologi terjadinya gastritis dan tukak peptik ialah bila terdapat ketidakseimbangan faktor ofensif (penyerang) dan faktor defensif (pertahanan) pada mukosa gastroduodenal, yakni peningkatan faktor ofensif dan atau penurunan kapasitas defensif mukosa. Faktor ofensif tersebut meliputi asam lambung, pepsin, asam empedu, enzim pankreas, infeksi Helicobacter pyllori yang bersifat gram-negatif, OAINS, alkohol, dan radikal bebas. Sedangkan sistem pertahanan atau faktor defensif mukosa gastroduodenal terdiri dari 3 lapis yakni elemen preepitelial, epitelial, dan subepitelial (Pangestu 2003).
Elemen preepitelial sebagai lapis pertahanan pertama adalah berupa lapisan mucus bicarbonate yang merupakan penghalang fisikokimiawi terhadap berbagai bahan kimia termasuk ion hidrogen. Fungsi mukus ini menghalangi difusi ion dan molekul, misalnya pepsin. Bikarbonat yang disekresi sel epitel permukaan membentuk gradasi pH di lapisan mukus. Stimulasi sekresi bikarbonat oleh kalsium, prostaglandin, asam, dan rangsang cholinergik. Prostaglandin adalah metabolit asam arakhidonat dan menduduki peran sentral dalam pertahanan epitelial yaitu mengatur sekresi mukus dan bikarbonat, menghambat sekresi sel parietal, mempertahankan sirkulasi mukosa, dan restitusi sel (Kumar et al 2005).
Lapis pertahanan kedua adalah sel epitel itu sendiri. Aktifitas pertahanannya meliputi produksi mukus, bikarbonat, transportasi ion untuk mempertahankan pH, dan membuat ikatan antar sel. Pada umumnya sel epitel yang rusak akan sembuh dan mengalami regenerasi selama 3 sampai 5 hari (Timby et al 1999). Bila kerusakan mukosa luas dan tidak teratasi dengan proses restitusi akan diatasi dengan proliferasi sel epitel.
Lapisan pertahanan ketiga adalah aliran darah dan lekosit. Komponen terpenting lapisan pertahanan ini ialah mikrosirkulasi subepitelial yang adekuat. Sirkulasi darah ke epitel sangat diperlukan untuk mempertahankan keutuhan dan kelangsungan hidup sel epitel dengan memasok oksigen, mikronutrien, dan membuang produk metabolisme yang toksik sehingga sel epitel dapat berfungsi dengan baik untuk melindungi mukosa lambung (Pangestu 2003).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar