Semua tentang GASTRITIS....(part
2)
Gejala dan Tanda Gastritis
Severance (2001) menyatakan bahwa walaupun banyak
kondisi yang dapat menyebabkan gastritis, gejala dan tanda-tanda penyakit ini sama
antara satu dengan yang lainnya. Gejala-gejala tersebut antara lain perih atau
sakit seperti terbakar pada perut bagian atas yang dapat menjadi lebih baik
atau lebih buruk ketika makan (abdominal cramping and pain), mual (nausea),
muntah (vomiting), kehilangan selera (loss of appetite), kembung (Belching
or bloating), terasa penuh pada perut bagian atas setelah makan, dan
kehilangan berat badan (weight loss). Gastritis yang terjadi tiba-tiba
(akut) biasanya mempunyai gejala mual dan rasa nyeri seperti terbakar (burning
pain) atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas, sedangkan gastritis
kronis yang berkembang secara bertahap biasanya menimbulkan gejala seperti
sakit yang ringan (dull pain) pada perut bagian atas dan terasa penuh
atau kehilangan selera setelah makan beberapa gigitan.
Bagi sebagian orang gastritis kronis tidak
menyebabkan gejala apapun (Jackson 2006). Nyeri yang dirasakan adalah merupakan
respon sistem saraf yang distimulasi oleh beberapa faktor yang akan dijelaskan
lebih lanjut. Nyeri yang dirasakan penderita gastritis akut dapat mengalami
kekambuhan. Episode berulang atau kekambuhan berulang gastritis akut dapat menyebabkan
gastritis berkembang menjadi gastritis kronik (Lewis et al 2000). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maulidiyah (2006)
menyatakan bahwa hampir semua penderita gastritis mengalami kekambuhan. Salah
satu faktor yang paling dominan menyebabkan kekambuhan gastritis adalah stres
psikologis.
Patofisiologi Gastritis
Patofisiologi terjadinya gastritis dan tukak peptik
ialah bila terdapat ketidakseimbangan faktor ofensif (penyerang) dan faktor
defensif (pertahanan) pada mukosa gastroduodenal, yakni peningkatan faktor
ofensif dan atau penurunan kapasitas defensif mukosa. Faktor ofensif tersebut meliputi
asam lambung, pepsin, asam empedu, enzim pankreas, infeksi Helicobacter
pyllori yang bersifat gram-negatif, OAINS, alkohol, dan radikal bebas.
Sedangkan sistem pertahanan atau faktor defensif mukosa gastroduodenal terdiri
dari 3 lapis yakni elemen preepitelial, epitelial, dan subepitelial (Pangestu
2003).
Elemen preepitelial sebagai lapis pertahanan
pertama adalah berupa lapisan mucus bicarbonate yang merupakan
penghalang fisikokimiawi terhadap berbagai bahan kimia termasuk ion hidrogen.
Fungsi mukus ini menghalangi difusi ion dan molekul, misalnya pepsin.
Bikarbonat yang disekresi sel epitel permukaan membentuk gradasi pH di lapisan
mukus. Stimulasi sekresi bikarbonat oleh kalsium, prostaglandin, asam, dan
rangsang cholinergik. Prostaglandin adalah metabolit asam arakhidonat dan
menduduki peran sentral dalam pertahanan epitelial yaitu mengatur sekresi mukus
dan bikarbonat, menghambat sekresi sel parietal, mempertahankan sirkulasi mukosa,
dan restitusi sel (Kumar et al 2005).
Lapis pertahanan kedua adalah sel epitel itu
sendiri. Aktifitas pertahanannya meliputi produksi mukus, bikarbonat,
transportasi ion untuk mempertahankan pH, dan membuat ikatan antar sel. Pada
umumnya sel epitel yang rusak akan sembuh dan mengalami regenerasi selama 3
sampai 5 hari (Timby et al 1999).
Bila kerusakan mukosa luas dan tidak teratasi dengan proses restitusi akan
diatasi dengan proliferasi sel epitel.
Lapisan pertahanan ketiga adalah aliran darah dan
lekosit. Komponen terpenting lapisan pertahanan ini ialah mikrosirkulasi
subepitelial yang adekuat. Sirkulasi darah ke epitel sangat diperlukan untuk
mempertahankan keutuhan dan kelangsungan hidup sel epitel dengan memasok
oksigen, mikronutrien, dan membuang produk metabolisme yang toksik sehingga sel
epitel dapat berfungsi dengan baik untuk melindungi mukosa lambung (Pangestu
2003).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar